TUGAS INDIVIDU
ANALISIS BUKU MANAJEMEN BANK
SYARIAH
Edisi Revisi Karya: Drs.
Muhammad, M. Ag.
Mata Kuliah: Manajemen Bank
Syari’ah
Dosen Pengampu:
Enny Puji Lestari
Penulis : SETYA RAHAYUNINGSIH
NPM : 1174144
Prodi : Ekonomi Islam
Semester : IV (EMPAT)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN AKADEMIK 2013
Analisis Pengertian,
Peranan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Bank
syariah adalah lembaga keuangan yang berbasis syariah Islam. Secara makro bank
syariah memosisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan
kegiatan investasi di masyarakat sekitarnya. Di satu sisi bank syariah
mendorong dan mengajak masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui
berbagai produknya, sedangkan disisi lain bank syariah aktif untuk melakukan
investasi di masyarakat. Selain itu, secara makro bank syariah merupakan
lembaga keuangan yang menjamin seluruh aktifitas operasinya, termasuk produk
dan jasa keuangan yang ditawarkan, telah
sesuai dengan prinsip syariah.
Lalu seperti apakah
definisi atau pengertian dari Bank Syari’ah?
Jika
dilihat dari asal-usul kata, bank syari’ah yang lebih dikenal dengan Islamic Banking dikanca internasional
atau Bank Islam secara umum ini terdiri dari dua kata, yaitu Islamic dan Banking. Bank Islam itu sendiri pada perkembangan selanjutnya
disebut dengan Bank Syari’ah.
Sebelum
kita membahas lebih lanjut mengenai pengertian Bank Syari’ah, adakalanya kita
mengetahui latar belakang munculnya Bank Syari’ah itu sendiri. Bank Syari’ah muncul
sebagai akibat dari respon para ekonom rabbani dan desakan dari berbagai pihak
yang mengiginkan adanya jasa transaksi keuangan yang sesuai dengan nilai moral
dan syari’at Islam. Selain itu, adanya praktik ribawi, maisir (spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan) yang dilakukan oleh bank-bank konvensional yang tentunya
sangat merugikan bahkan membuat nasabah semakin tercekik karena harus membayar
hutang dengan berlipat-lipat akibat sistem bunga yang diterapkan, serta
lambatnya sistem Bank Konvensional dalam menjawab tantangan perkembangan zaman
menjadi salah satu pemicu munculnya Bank Syari’ah. Itulah sekilas tentang
asal-asul dari Bank Syari’ah.
Berdasarkan
buku “Manajemen Bank Syari’ah” karya Muhammad (edisi revisi) dikatakan bahwa Bank
Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga atau
bank tanpa bunga yaitu lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan
produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw. atau
dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannnya disesuaikan dengan prinsip Syariat Islam.
Itu artinya, dalam setiap transaksi yang dilakukan selalu mengacu pada Syariat
Islam, dan menghindarkan dari hal-hal yang dilarang didalamnya, seperti
pelarangan praktik riba dan sejenisnya.
Adapun
menurut Antonio dan Pentaatmadja, Bank Islam memiliki dua pengertian, yaitu: Bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip Syariah Islam, itu artinya dalam
pelaksanaan kegiatannya mengikuti Syari’ah Islam yaitu dengan bermuamalah
secara Islam (menjauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur
riba). Dan Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
Al-Qur’an dan Hadist, artinya apa yang dilarang atau diharamkan dalam Al-Qur’an
dan Hadits harus dihindarkan dalam setiap kegiatan operasi perbankan, dan
selalu merujuk pada aturan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut
Muhammad, Bank adalah lembaga prantara keuangan atau biasa disebut financial
intermediary, artinya lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah
uang. Dimana bank bertindak sebagai badan usaha yang menghimpun menyalurkan
dana kepada masyarakat. Bentuk penyaluran dana dalam Bank Islam lebih kepada
sektor riil yaitu produktif (seperti investasi mudharabah, musyarakah, dan
lain-lain) bukan konsumtif. Penyaluran dana yang produktif tentunya akan
membawa keuntungan dengan adanya nisbah bagi hasil yang diterima, selain itu
uang tidak akan mengendap karena tersirkulasi dengan lancar melalui sektor riil
tersebut.
Dalam
konteks perbankan nasional Indonesia, Isilamic
Banking diistilahkan dengan Bank Umum
atau Bank Perkreditan Rakyat yang pembiayaannya berdasarkan pada
prinsip-prinsip Islam. Pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip Islam adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan tersebut dapat
dicontohkan pada produk Bank Syari’ah itu sendiri, yaitu mudharabah maupun
musyarakah. Dalam pengoperasiannya, bank syari’ah memosisikan dirinya sebagai
hubungan mitra dengan nasabah, itu artinya hubungan bank dengan nasabah bukan
hanya hubungan ekonomi saja atau antara peminjam dengan investor tetapi lebih
jauh lagi yaitu hubungan kemitraan atau kerjasama. Sehingga akan terjalin
hubungan baik antara bank dengan nasabah.
Setelah
kita mengetahui apa itu Bank Syari’ah tentunya akan muncul pertanyaan, Bagaimanakah peranan Bank Syari’ah di
Indonesia?
Peranan
Bank Syari’ah di Indonesia menurut Muhammad ada tiga macam, yaitu:
Memurnikan
oprasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan
masyarakat. Memurnikan dalam hal ini adalah bagaimana bank syariah itu
benar-benar bebas dari unsur-unsur yang diharamkan atau yang dilarang dalam
syari’at Islam, serta menciptakan brand
image yang baik sehingga masyarakat
kita yakin dan percaya bahwa di Indonesia ada bank yang mampu mengeluarkan kita
dari masalah perekonomian dengan jalan syari’at Islam. Peranan selanjutnya
adalah meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas
segmen dan pangsa pasar perbankan Syariah. Meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang syari’ah bank syari’ah dapat mengadakan seminar tentang bank syari’ah
dan sejenisnya, bakti sosial, maupun ZIS (zakat, infaq, dan sedekah) yang mampu
menumbuhkan minat masyarakat terhadap bank syari’ah itu sendiri. Peran Bank
Syari’ah terakhir yang dikemukakan oleh Muhammad adalah menjalin kerjasama
dengan para ulama. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan ulama di Indonesia
cukup besar karena mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Sehingga
peran Bank Syari’ah Indonesia disini juga harus mampu menjalin kerjasama dengan
para ulama seperti dengan MUI, dimana MUI memegang kendali dalam mengeluarkan
fatwa ataupun menetapkan sesuatu sesuai atau tidaknya kegiatan itu dengan
syari’at Islam.
Adapun
peranan Bank Syari’ah selain yang dikemukakan di atas, diantaranya yaitu:
Menjalin
perekat Nasionalisme. Perekat nasionalisme ini berarti bank bertindak sebagai
fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Lebih
luas lagi, peranan bank syariah haruslah mampu mensejahterakan umat tidak hanya
untuk individu ataupun stakeholder. Sehingga bank harus mampu menjalin perekat
nasionalisme, nasionalisme disini artinya lebih mengedepankan kesejahteraan
umat, yaitu masyarakat yang ada di Indonesia. Mensejahterakan disini dapat
dengan jalan memberdayakan ekonomi umat, mendorong penurunan spekulasi di pasar
keuangan, mendorong pemerataan ekonomi melalui sistem bagi hasil dan ZIS, serta
peningkatan mobilitas efisiensi dana serta mengimplementasikan nilai moral dan
etika bisnis Islam.
Seperti
yang dijabarkan diatas, adakalanya didalam realitas saat ini Bank Syari’ah belum
sepenuhnya dapat mewujudkan peranan Bank Syari’ah tersebut di Indonesia. Kenapa
demikian? Dapat dikatakan bahwa secara praktik di Indonesia belum ada Bank
Syari’ah yang murni syari’ah. Yang pertama karena banyak bank umum syari’ah
saat ini awalnya bukanlah bank syari’ah atau dengan kata lain bank umum
syari’ah itu berasal dari bank konvensional yang mengkonversikan dirinya ke
bank dengan sistem syar’i, sehingga orang-orang yang berada di dalamnya pun
berisi orang-orang konvensional yang memang belum sepenuhnya memahami sistem
syari’ah yang kebanyakan dari mereka hanya mementingkan keuntungan semata.
Alasan kedua kenapa peranan bank syari’ah yang seharusnya dapat terealisasikan
pada kenyataannya belum terlaksana yaitu karena sumber daya insani dalam bank
syari’ah tersebut yang tidak syari’ah, dimana DPS (Dewan Pengawas Syari’ah)-nya
saja belum semuanya mengerti syari’ah. Banyaknya kecenderungan sumber daya
insani hanya mengedepankan profit dan keuntungan diri sendiri bukan untuk kesejahteraan
umat, sehingga dalam praktiknya sering kali menyimpang dari teori bank syari’ah
itu sendiri. Tidak tanggung-tanggung mereka memodifikasi sistem riba yang
kemudian disamarkan. Bagaimana mau menyakinkan masyarakat untuk percaya dengan
bank syari’ah bila kenyataannya secara praktik bank syari’ah itu sendiri tidak
murni syari’ah. Itulah mengapa pada kenyataannya peran Bank Syari’ah belum
sepenuhnya dapat terealisasikan. Nah inilah dilema Bank Syari’ah saat ini yang
kemudian harus kita temukan solusinya untuk menuntaskan masalah tersebut. Solusi alternatif yang harus dilakukan pertama
adalah memperbaiki sumber daya insaninya terlabih dahulu. Karena sebaik-baiknya
pola dan konsep maupun ide untuk bank syari’ah tidak dapat terealisasi dengan
baik tanpa adanya sumber daya insani yang berkualitas, baik, dan matang
syari’ah.
Lalu bagaimanakah
perkembangan Bank Syariah di Indonesia?
Bank
Syari’ah muncul dan beroperasi di Indonesia karena adanya situasi dan kondisi
yang menuntut lahir dan beroperasinya Bank Syari’ah. Masalah pokoknya adalah
pengenaan bunga yang dikembangkan oleh Bank Konvensial, dimana masyarakat mulai
jenuh dengan sistem keuangan yang ada yang dinilai sangat merugikan dan tidak
menimbulkan kesejahteraan dalam masyarakt.
Pemikiran
untuk mendirikan Bank Syari’ah atau Bank Islam di Indonesia sendiri telah ada
sejak tahun 1970-an, namun terkendala faktor politik yang menganggap Bank Islam
sebagai bagian dari cita-cita mendirikan negara Islam. Adanya kendala tersebut
ternyata tidak menyurutkan munculnya perbankan Islam di Indonesia. Rintisan
perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui
diskusi-diskusi bertemakan Bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh
yang terlibat dalam pengkajian tersebut diantaranya yaitu: Karnaen A
Pentaatmadja, M Dawam Raharjo, M Amien Azis, dan AM Saefuddin. Prakarsa lebih
khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990.
Pada
tahun 1991 tepatnya pada tanggal 1 November 1991, ICMI, MUI dan dibantu
Pemerintah mendirikan bank berbasis syari’ah pertama di Indonesia, yaitu Bank
Mu’amalat Indonesia (BMI). Dan pada tahun 1992, disahkan UU No. 7 Tahun 1992
tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut prinsip Islam sudah dinyatakan
meskipun masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip
perbankan Islam secara tegas dinyatakan dalam UU No. 10 Tahun 1998, yang
kemudian diperbarui dengan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU
No. 3 Tahun 2004. Undang-undang ini memberikan arahan bagi bank konvensional
untuk membuka cabang Islam atau mengkonversikan diri menjadi Bank Islam.
Sehingga mulai bermunculan bank-bank dengan sistem bagi hasil (Bank Syari’ah)
di Indonesia, seperti Bank Mandiri Syari’ah, Bank Syari’ah Mega ,BRI Syari’ah,
Bank Bukopin Syari’ah, Bank Victoria Syari’ah, dan lain-lain.
Berdasarkan
Undang-undang diatas tentunya akan membuka cakrawala masyarakat untuk
mendirikan bank berdasarkan prinsip syari’ah, bahkan saat ini sudah sangat
menyebar luas sebuah koperasi yang merupakan bagian dari lembaga keuangan
berbasis syari’ah, yaitu Baitul Mal at-Tamwil (BMT) yang penyebarannya tidak
hanya di kota-kota besar di Indonesia tetapi sudah sampai di pelosok-pelosok
desa di Indonesia. Hal ini guna menampung aspirasi dan kebutuhan yang
berkembang di masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
mendirikan bank berdasarkan prinsip Bank Syari’ah, termasuk kesempatan untuk
mengkonversikan diri dari Bank Umum yang usahanya berdasarkan konvensional ke
pola Bank Syari’ah.
Mengingat
kembali manyoritas masyarakat Indonesia beragama Islam maka tidaklah sulit Bank
Syari’ah maupun BMT untuk berkembang. Potensi yang sangat besar ini seharusnya
tidak tersia-siakan dan menjadi ujung tombak bagi bank-bank syari’ah untuk meningkatkan
sumber daya insani, terus mengembangkan produk dan memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat sesuai dengan prinsip syari’ah.
Semoga
dengan adanya pengetahuan ini dapat memotivasi para ekonom Rabbani dan pelaku
perbankan untuk terus berinovasi dan mengembangkan sistem perbankan yang sesuai
dengan prinsip Islam dan menjadikan perbankan syari’ah sebagai solusi
alternatif dari permasalahan ekonomi yang belum dapat terselesaikan sampai saat
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar