Minggu, 30 Juni 2013

MBS


TUGAS INDIVIDU
ANALISIS BUKU MANAJEMEN BANK SYARIAH
Edisi Revisi Karya: Drs. Muhammad, M. Ag.
Mata Kuliah: Manajemen Bank Syari’ah
Dosen Pengampu:
Enny Puji Lestari

Penulis           : SETYA RAHAYUNINGSIH
NPM              : 1174144
Prodi              : Ekonomi Islam
Semester        : IV (EMPAT)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN AKADEMIK 2013

Analisis Pengertian, Peranan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berbasis syariah Islam. Secara makro bank syariah memosisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan kegiatan investasi di masyarakat sekitarnya. Di satu sisi bank syariah mendorong dan mengajak masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui berbagai produknya, sedangkan disisi lain bank syariah aktif untuk melakukan investasi di masyarakat. Selain itu, secara makro bank syariah merupakan lembaga keuangan yang menjamin seluruh aktifitas operasinya, termasuk produk dan jasa keuangan yang ditawarkan,  telah sesuai dengan prinsip syariah.
Lalu seperti apakah definisi atau pengertian dari Bank Syari’ah?
Jika dilihat dari asal-usul kata, bank syari’ah yang lebih dikenal dengan Islamic Banking dikanca internasional atau Bank Islam secara umum ini terdiri dari dua kata, yaitu Islamic dan Banking. Bank Islam itu sendiri pada perkembangan selanjutnya disebut dengan Bank Syari’ah.
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai pengertian Bank Syari’ah, adakalanya kita mengetahui latar belakang munculnya Bank Syari’ah itu sendiri. Bank Syari’ah muncul sebagai akibat dari respon para ekonom rabbani dan desakan dari berbagai pihak yang mengiginkan adanya jasa transaksi keuangan yang sesuai dengan nilai moral dan syari’at Islam. Selain itu, adanya praktik ribawi, maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan) yang dilakukan oleh bank-bank konvensional yang tentunya sangat merugikan bahkan membuat nasabah semakin tercekik karena harus membayar hutang dengan berlipat-lipat akibat sistem bunga yang diterapkan, serta lambatnya sistem Bank Konvensional dalam menjawab tantangan perkembangan zaman menjadi salah satu pemicu munculnya Bank Syari’ah. Itulah sekilas tentang asal-asul dari Bank Syari’ah.
Berdasarkan buku “Manajemen Bank Syari’ah” karya Muhammad (edisi revisi) dikatakan bahwa Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga atau bank tanpa bunga yaitu lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw. atau dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannnya disesuaikan dengan prinsip Syariat Islam. Itu artinya, dalam setiap transaksi yang dilakukan selalu mengacu pada Syariat Islam, dan menghindarkan dari hal-hal yang dilarang didalamnya, seperti pelarangan praktik riba dan sejenisnya.
Adapun menurut Antonio dan Pentaatmadja, Bank Islam memiliki dua pengertian, yaitu: Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip Syariah Islam, itu artinya dalam pelaksanaan kegiatannya mengikuti Syari’ah Islam yaitu dengan bermuamalah secara Islam (menjauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba). Dan Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist, artinya apa yang dilarang atau diharamkan dalam Al-Qur’an dan Hadits harus dihindarkan dalam setiap kegiatan operasi perbankan, dan selalu merujuk pada aturan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Muhammad, Bank adalah lembaga prantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary, artinya lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Dimana bank bertindak sebagai badan usaha yang menghimpun menyalurkan dana kepada masyarakat. Bentuk penyaluran dana dalam Bank Islam lebih kepada sektor riil yaitu produktif (seperti investasi mudharabah, musyarakah, dan lain-lain) bukan konsumtif. Penyaluran dana yang produktif tentunya akan membawa keuntungan dengan adanya nisbah bagi hasil yang diterima, selain itu uang tidak akan mengendap karena tersirkulasi dengan lancar melalui sektor riil tersebut.
Dalam konteks perbankan nasional Indonesia, Isilamic Banking diistilahkan dengan Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang pembiayaannya berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip Islam adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan tersebut dapat dicontohkan pada produk Bank Syari’ah itu sendiri, yaitu mudharabah maupun musyarakah. Dalam pengoperasiannya, bank syari’ah memosisikan dirinya sebagai hubungan mitra dengan nasabah, itu artinya hubungan bank dengan nasabah bukan hanya hubungan ekonomi saja atau antara peminjam dengan investor tetapi lebih jauh lagi yaitu hubungan kemitraan atau kerjasama. Sehingga akan terjalin hubungan baik antara bank dengan nasabah.
Setelah kita mengetahui apa itu Bank Syari’ah tentunya akan muncul pertanyaan, Bagaimanakah peranan Bank Syari’ah di Indonesia?
Peranan Bank Syari’ah di Indonesia menurut Muhammad ada tiga macam, yaitu:
Memurnikan oprasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat. Memurnikan dalam hal ini adalah bagaimana bank syariah itu benar-benar bebas dari unsur-unsur yang diharamkan atau yang dilarang dalam syari’at Islam, serta menciptakan brand image yang baik sehingga masyarakat kita yakin dan percaya bahwa di Indonesia ada bank yang mampu mengeluarkan kita dari masalah perekonomian dengan jalan syari’at Islam. Peranan selanjutnya adalah meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga dapat memperluas segmen dan pangsa pasar perbankan Syariah. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang syari’ah bank syari’ah dapat mengadakan seminar tentang bank syari’ah dan sejenisnya, bakti sosial, maupun ZIS (zakat, infaq, dan sedekah) yang mampu menumbuhkan minat masyarakat terhadap bank syari’ah itu sendiri. Peran Bank Syari’ah terakhir yang dikemukakan oleh Muhammad adalah menjalin kerjasama dengan para ulama. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan ulama di Indonesia cukup besar karena mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Sehingga peran Bank Syari’ah Indonesia disini juga harus mampu menjalin kerjasama dengan para ulama seperti dengan MUI, dimana MUI memegang kendali dalam mengeluarkan fatwa ataupun menetapkan sesuatu sesuai atau tidaknya kegiatan itu dengan syari’at Islam.
Adapun peranan Bank Syari’ah selain yang dikemukakan di atas, diantaranya yaitu:
Menjalin perekat Nasionalisme. Perekat nasionalisme ini berarti bank bertindak sebagai fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Lebih luas lagi, peranan bank syariah haruslah mampu mensejahterakan umat tidak hanya untuk individu ataupun stakeholder. Sehingga bank harus mampu menjalin perekat nasionalisme, nasionalisme disini artinya lebih mengedepankan kesejahteraan umat, yaitu masyarakat yang ada di Indonesia. Mensejahterakan disini dapat dengan jalan memberdayakan ekonomi umat, mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan, mendorong pemerataan ekonomi melalui sistem bagi hasil dan ZIS, serta peningkatan mobilitas efisiensi dana serta mengimplementasikan nilai moral dan etika bisnis Islam.
Seperti yang dijabarkan diatas, adakalanya didalam realitas saat ini Bank Syari’ah belum sepenuhnya dapat mewujudkan peranan Bank Syari’ah tersebut di Indonesia. Kenapa demikian? Dapat dikatakan bahwa secara praktik di Indonesia belum ada Bank Syari’ah yang murni syari’ah. Yang pertama karena banyak bank umum syari’ah saat ini awalnya bukanlah bank syari’ah atau dengan kata lain bank umum syari’ah itu berasal dari bank konvensional yang mengkonversikan dirinya ke bank dengan sistem syar’i, sehingga orang-orang yang berada di dalamnya pun berisi orang-orang konvensional yang memang belum sepenuhnya memahami sistem syari’ah yang kebanyakan dari mereka hanya mementingkan keuntungan semata. Alasan kedua kenapa peranan bank syari’ah yang seharusnya dapat terealisasikan pada kenyataannya belum terlaksana yaitu karena sumber daya insani dalam bank syari’ah tersebut yang tidak syari’ah, dimana DPS (Dewan Pengawas Syari’ah)-nya saja belum semuanya mengerti syari’ah. Banyaknya kecenderungan sumber daya insani hanya mengedepankan profit dan keuntungan diri sendiri bukan untuk kesejahteraan umat, sehingga dalam praktiknya sering kali menyimpang dari teori bank syari’ah itu sendiri. Tidak tanggung-tanggung mereka memodifikasi sistem riba yang kemudian disamarkan. Bagaimana mau menyakinkan masyarakat untuk percaya dengan bank syari’ah bila kenyataannya secara praktik bank syari’ah itu sendiri tidak murni syari’ah. Itulah mengapa pada kenyataannya peran Bank Syari’ah belum sepenuhnya dapat terealisasikan. Nah inilah dilema Bank Syari’ah saat ini yang kemudian harus kita temukan solusinya untuk menuntaskan masalah tersebut.  Solusi alternatif yang harus dilakukan pertama adalah memperbaiki sumber daya insaninya terlabih dahulu. Karena sebaik-baiknya pola dan konsep maupun ide untuk bank syari’ah tidak dapat terealisasi dengan baik tanpa adanya sumber daya insani yang berkualitas, baik, dan matang syari’ah.
Lalu bagaimanakah perkembangan Bank Syariah di Indonesia?
Bank Syari’ah muncul dan beroperasi di Indonesia karena adanya situasi dan kondisi yang menuntut lahir dan beroperasinya Bank Syari’ah. Masalah pokoknya adalah pengenaan bunga yang dikembangkan oleh Bank Konvensial, dimana masyarakat mulai jenuh dengan sistem keuangan yang ada yang dinilai sangat merugikan dan tidak menimbulkan kesejahteraan dalam masyarakt.
Pemikiran untuk mendirikan Bank Syari’ah atau Bank Islam di Indonesia sendiri telah ada sejak tahun 1970-an, namun terkendala faktor politik yang menganggap Bank Islam sebagai bagian dari cita-cita mendirikan negara Islam. Adanya kendala tersebut ternyata tidak menyurutkan munculnya perbankan Islam di Indonesia. Rintisan perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan Bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut diantaranya yaitu: Karnaen A Pentaatmadja, M Dawam Raharjo, M Amien Azis, dan AM Saefuddin. Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990.
Pada tahun 1991 tepatnya pada tanggal 1 November 1991, ICMI, MUI dan dibantu Pemerintah mendirikan bank berbasis syari’ah pertama di Indonesia, yaitu Bank Mu’amalat Indonesia (BMI). Dan pada tahun 1992, disahkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut prinsip Islam sudah dinyatakan meskipun masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan Islam secara tegas dinyatakan dalam UU No. 10 Tahun 1998, yang kemudian diperbarui dengan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2004. Undang-undang ini memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang Islam atau mengkonversikan diri menjadi Bank Islam. Sehingga mulai bermunculan bank-bank dengan sistem bagi hasil (Bank Syari’ah) di Indonesia, seperti Bank Mandiri Syari’ah, Bank Syari’ah Mega ,BRI Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank Victoria Syari’ah, dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-undang diatas tentunya akan membuka cakrawala masyarakat untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip syari’ah, bahkan saat ini sudah sangat menyebar luas sebuah koperasi yang merupakan bagian dari lembaga keuangan berbasis syari’ah, yaitu Baitul Mal at-Tamwil (BMT) yang penyebarannya tidak hanya di kota-kota besar di Indonesia tetapi sudah sampai di pelosok-pelosok desa di Indonesia. Hal ini guna menampung aspirasi dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip Bank Syari’ah, termasuk kesempatan untuk mengkonversikan diri dari Bank Umum yang usahanya berdasarkan konvensional ke pola Bank Syari’ah.
Mengingat kembali manyoritas masyarakat Indonesia beragama Islam maka tidaklah sulit Bank Syari’ah maupun BMT untuk berkembang. Potensi yang sangat besar ini seharusnya tidak tersia-siakan dan menjadi ujung tombak bagi bank-bank syari’ah untuk meningkatkan sumber daya insani, terus mengembangkan produk dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sesuai dengan prinsip syari’ah.
Semoga dengan adanya pengetahuan ini dapat memotivasi para ekonom Rabbani dan pelaku perbankan untuk terus berinovasi dan mengembangkan sistem perbankan yang sesuai dengan prinsip Islam dan menjadikan perbankan syari’ah sebagai solusi alternatif dari permasalahan ekonomi yang belum dapat terselesaikan sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar