Senin, 01 Juli 2013

EBI


Relevansi Etika Bisnis Islam (EBI) dengan Kenyataan di Pasar
Ketika kita pergi berbelanja atau ke pasar untuk membeli sesuatu tentunya kita akan mengetahui segala macam bentuk transaksi ataupun jual beli yang terkadang tidak sesuai dengan prinsip ataupun nilai-nilai yang terkandung dalam ebi. Berikut akan dikemukakan tindakan atau transaksi yang ditemui di pasar (tempat bertemunya penjual dengan pembeli dalam suatu transaksi) yang tidak sesuai dengan ebi.
Pernah suatu ketika saya ditawarkan oleh salah seorang teman saya yang kebetulan dia adalah salah satu distributor dari sebuah brand (disamarkan) yang sudah hampir semua kalangan muda maupun mahasiswa mengetahuinya. Ketika itu kebetulan saya memang memiliki niat untuk membeli sebuah tas, dan teman saya itu memberikan sebuah brosur yang disertai dengan jenis-jenis produk dan harganya. Saya tertarik dengan sebuah tas namun harganya begitu mahal, sedangkan saya tak ingin membeli sesuatu yang tidak diimbangi dengan kemampuan membeli. Lalu saya bertanya, “harganya bisa dimiringin gk *...?” “bisa, kamu mau tawar berapa?” “ya, saya gak bisa nawar, harga pasnya ajalah.” “200 ribu ya..” “yah, kemahalan itu, dikurangilah” “wah udah gk bisa kurang. Gak balik modal nanti, saya belinya segitu, benerlah dipasaran juga harganya segitu”. Karena saya tidak biasa beli tas sehingga tidak mengetahui harga yang pas untuk brand tersebut, maka saya beli lah tas itu dengan harga 200 ribu yang pada brosur tertera harga 260ribu. Ternyata teman saya yang lainnya berkata dengan saya, “tas yang kamu beli itu ya dipasar Cuma 100, ada malah yang mirip-miriplah Cuma 68. Kamu itu dibohongi”. Bahkan diapun berniat u/ membuktikan kepada saya dengan pergi langsung ke toko, alangkah terkejutnya saya, ternyata tas tersebut harganya memang hanya 100ribu.
            Dari ilustrasi di atas, terlihat sangat jelas bahwa kebanyakan penjual akan nemawarkan harga jual barang dengan harga yang berlipat dari harga sebenarnya. Sehingga sulit untuk menebak harga aslinya, apalagi jelas bahwa hal diatas terdapat unsur penipuan dimana penjual menyembunyikan harga aslinya selain itu juga menimbulkan kekecewaan pada pembeli. Fenomena ini juga menimbulkan berbagai intrik, baik dari si penjual maupun pembeli. Bagi si penjual, bahasa yang digunakan selalu meyakinkan yang kadang sering dijumpai di pasar dibumbui dengan kebohongan, misalnya “Harga pokokpun belum kembali”, atau “Wah, itu jauh dari harga” dan seterusnya, yang kesemuanya dalam rangka meyakinkan si pembeli. Sedangkan bagi si pembeli, bahasa yang muncul terkadang merayu atau juga memaksa dengan berpura-pura pergi. Jika si penjual memanggilnya lagi maka berarti harga masih bisa ditawar, jika tidak, berarti memang benar harga barang tersebut demikian, sehingga tidak dapat ditawar lagi.
Padahal di dalam etika bisnis islam seperti kita ketahui yang telah diajarkan dan ditanamkan oleh Rasulullah Saw. adalah dimana ketika kita bermuamalah haruslah sisertai dengan kejujuran (transparansi), kepercayaan (tidak saling mencurigai) serta adanya antharadim minkum (suka sama suka diantara kedua belah pihak/ penjual dan pembeli). Sedang hal diatas, si penjual melakukan penipuan dengan menyembunyikan harga sebenarnya, si pembelipun akhirnya merasa kecewa (tidak ada antharadimnya). Selain itu, ketika si pembeli maupun penjual di pasar mengeluarkan kata-kata rayuan yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan kecurigaan diantara keduanya sama sekali tidak sesuai dengan etika bisnis islam. Dalam hal tawar menawar jual beli, betapa indahnya jika dibungkus dengan etika bisnis. Jika seorang pedagang menjelaskan harga pokok sebuah tas dengan harga tertentu dan mengambil keuntungan dengan bilangan tertentu dengan mempertimbangkan biaya transportasi, sewa tempat dan seterusnya, maka tidaklah mungkin pembeli merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.
Alangkah baiknya jika dalam bermuamalah kita juga menerapkan prinsip-prinsip yang telah Rasulullah contohkan, yaitu: tauhid, kehendak bebas, keseimbangan, serta tangung jawab (responsibility)
Dengan demikian, tidak terjadi spekulasi antara penjual dengan pembeli dalam tawar menawar, lebih dari itu terjadi hubungan persaudaraan yang indah antara penjual dan pembeli, sebab keduanya saling membutuhkan dan merasa terbantu. Bukan sebaliknya, terjadi kecurigaan dan bahkan tak jarang penipuan dalam rangka mencari keuntungan dan kesempatan yang justru pada akhirnya akan membawa pada kerugian di dunia maupun akhirat, karena sesungguhnya apa yang kita perbuat nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya (al-mudatsir: 38).
Betapa indahnya cara Rasulullah Saw. menjajakan barang dagangannya dengan memilah jenis barang berdasarkan kualitas dengan menetapkan harga sesuai dengan kualitas barang. Tidak ada kualitas dan harga barang yang ditutupi Rasulullah Saw. Semuanya berdasarkan harga yang wajar sesuai dengan kualitas barang, sehingga membuat masing-masing pihak yang bertransaksi merasa nyaman dan tenang, bukan saling mencurigai.
            Selain yang saya alami diatas, adapula kegiatan muamalah di pasar yang sering kita jumpai tidak sesuai dengan etika bisnis Rasulullah, yaitu:
Mengurangi takaran atau timbangan, hal ini sangat sering dijumpai tidak hanya di pasar tradisional, di pasar modernpun seperti swalayan sering dijumpai. Hal ini adalah fakta yang paling sering kita jumpai di pasar. Perilaku pedagang yang seperti ini tentunya sangat bertentangan dengan EBI.
Tak jarang ketika kita membeli sesuatu kemudian menimbangnya kembalinya ternyata takarannya tidak pas, kadang berkurang dan kadang berlebih. Namun, tidak semua pedagang yang ada di pasar berperilaku demikian. Ada juga pedagang yang memang jujur dan menerapkan EBI dalam bermuamalahnya walaupun saat ini sangat jarang kita jumpai. Kebanyakan dari mereka hanya mementingkan profit dan kehidupan dunia tanpa memikirkan akhirat.
Oleh karena itu, ada baiknya setelah kita mengetahui etika bisnis islam kemudian kita melaksanakannya dan menanamkannya kepada orang lain. (Ali Imron: 104)
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar